Minggu, 18 September 2011

SULTAN AGENG PERTAMA TIRTAYASA DARI SUROSOWAN BANTEN, SULTAN AGUNG KEDUA SULTAN AGUNG HANYOKROKUSUMO DARI MATARAM

Pangeran Tubagus Abdul Fattah atau juga di kenal sebagai Tirtayasa, memaklumatkan takhta Sultan Surosowan sebagai Sultan Ageng. Sejak bersamaan kemunculan Sultan Ageng Tirtayasa - XIII, Sultan Surosowan ke 13. Terdapat kemiripan di Jakarta Selatan, Jalan Tirtayasa, di mana terdapat SMPN XIII, sekolahnya penulis dulu yang juga terletak bersebelahan dengan komplek PTIK ( Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian ), tempat di mana penulis juga dulu bersama teman SMP bermain sepakbola di lapangannya, hingga tempat kakak pernah di rekrut berlatih bulutangkis di sana, karena kakak dulu termasuk juaranya tim sekolah sejak SD, walau tidak mampu mengalahkan bapak saya sendiri, mantan perwira TNI-AL. Kalau bolos sekolah apa aman di sana? Tapi untungnya tidak ada sepengetahuan penulis ada teman se-SMP yang bolos sekolah ke PTIK. Sejak Sultan Ageng Tirtayasa memaklumatkan kasultanannya sebagai kekaisaran Darussalam berpusat di Jawa, sesama kerabat bangsawan keturunan Mojopahit di Jawa Tengah, Raden Hanyokrokusumo tidak mau kalah. Di Mataram, Hanyokrokusumo juga mengangkat dirinya sebagai Sultan Agung, dan memiliki ambisi untuk menguasai segenap tanah Jawa sebagai pengganti kekuasaan Mojopahit. Sesama Raden Mojopahit pun bersaing, antara Sultan Ageng Banten dan Sultan Mataram, Hanyokrokusumo untuk memperebutkan sebagai yang paling berkuasa dari Jawa pengganti kekuasaan Prabhu Mojopahit yang pernah berjaya dulu menguasai segenap Nusantara. Sultan Agung Hanyokrokusumo memulai ekspansi wilayahnya ke Jawa Timur terlebih dulu. Gerbang benteng Jawa Timur yang di incarnya duluan adalah kasultanan Gresik/ Giriprapen. Di Banten, Sultan Ageng Tirtayasa mengirimkan pasukan Surosowan yang terdiri dari pasukan Banten, sepupunya; Bugis ( pasukan wangsa Sultan Tallo dan Gowa ), bergabung dengan pasukan Gresik, sepupunya Sultan Prapen,dan adipati-adipati Jawa Timur. Pasukan gabungan yang berjumlah sangat besar ini, juga sempat membuat segan Panembahan Senopati Hanyokrokusumo, yang memiliki pasukan Mataram yang berjumlah lebih sedikit. Hanyokrokusumo menyebut pasukan oposisinya sebagai pasukan Bang Wetan. Pasukan para keturunan wangsa Raja Blambangan, turunannya wangsa Prabhu Hayam Wuruk. Sedangkan Hanyokrokusumo ialah keturunan dari Brawijaya Kertabhumi, sepupu yang bukan garis keturunan langsung Hayam Wuruk, Tapi menurut Hanyokrokusumo, celah kesombongan wangsa Bang Wetan adalah celah kesempatannya dalam siasat menghadapi oposisinya raksasa Bang Wetan. Hanyokrokusumo pun membuat siasat seolah-olah menyerah pada panji Bang Wetan. Siasatnya di kirimnya saudara perempuannya yang cantik sebagai utusan pada panji Bang Wetan, yang menyampaikan surat tanda menyerahnya Mataram pada panji Bang Wetan. Dan suratnya di kirim pada sasaran Dipati Surabaya yang sebenarnya hendak di gunakan sebagai alat pemecahbelah panji pasukan Bang Wetan yang berjumlah sangat banyak. Hanyokrokusumo tahu Dipati Surabaya yang beristeri lebih dari satu, doyan pada perempuan cantik, makanya di kirim saudara perempuannya yang cantik sebagai hadiah pada Dipati Surabaya dengan syarat pasukan Mataram tidak jadi di gempur pasukan Bang Wetan yang berjumlah lebih banyak darinya. Tujuan siasat Hanyokrokusumo adalah untuk membuat pasukan panji Bang Wetan dari luar Jawa Timur seperti Banten dan Bugis di tarik dari Jawa Timur, hingga pasukan Mataram tinggal menggempur satu persatu pasukan Dipati-dipati Jawa Timur. Hanyokrokusumo dan pasukan Mataram setelah menguasai Blambangan sebagai kerajaan terakhir Mojopahit, menandai penguasaan Mataram terhadap segenap Jawa Timur. Dengan Mataram menguasai Jawa Timur juga jadi sempat membuat dinasti Surosowan Banten jadi kehilangan bagian hak asal-usul istimewa kedaerahannya sebagai regenerasi wangsa Hayam Wuruk di Jawa Timur. Setelah Hanyokrokusumo menguasai Jawa Timur, mengalihkan pasukan Mataram ke Jawa Barat, sasaran utamanya adalah untuk menggempur dan merebut kekuasaan kasultanan Surosowan Banten, sebagai oposisi kekuasaannya bertakhta sebagai Kaisar Sultan di Jawa. Kasultanan Cirebon dan kerajaan Sumedang di gerbang Jawa Barat-Timur adalah yang letaknya terdekat dengan Mataram untuk mendudukinya sebagai pos jalur masuk semakin ke dalam Jawa Barat. Mataram berhasil masuk menguasai kasultanan Cirebon. Dengan pemaksaannya menguasai Cirebon, Sultan Hanyokrokusumo menikahi puteri kasultanan Cirebon untuk memperkuat kedudukannya di Jawa Barat. Untuk membuatnya dan keturunannya jadi menyerobot masuk dalam genetik Syarif Hidayatulah yang katanya cucu keturunan Nabi Muhammad SAW., pewaris hak istimewa kekuasaan kerajaan besar keluarga Ibrohim bersumber dari Al-Qur'an, regenerasi dinasti Syarif Mamluk. Penguasaan Mataram di Cirebon menjadi kontroversi di kalangan orang Banten. Tapi untungnya puteri saidin kannoman yang di nikahi Hanyokrokusumo, atau adik sepupu kekerabatan saidin Surosowan yang adalah keturunan dari Sultan Surosowan I Maulana Hasanuddin putera sulungnya Ki Sunan Gunung Jati. Hingga walau Sri Sultan Hanyokrokusumo menikahi puteri Sultan kannoman Cirebon, posisinya masih sebagai adik Gunung Sepuh saidin Surosowan. Dalam tradisi keluarga adik wajib menghargai kakaknya. Dari Cirebon, Hanyokrokusumo memindahkan pasukan Mataram ke Sumedang. Mataram kemudian juga berhasil menguasai kerajaan Sumedang. Tapi ekspedisi Hanyokrokusumo malah ketemu batunya ketika kelewatan menempatkan pasukannya untuk menguasai wilayah kedaulatan kasultanan Surosowan Banten. Di sekitar Jawa Barat, malah banyak pasukan Mataram yang dibantai pasukan Surosowan Banten. Dan hingga kini di temukan beberapa situs makam para senopati dan prajurit Mataram di sekitar Jawa Barat hingga Krawang. Sri Sultan Hanyokrokusumo jadi berfikir, bahwa penghalang sebenarnya adalah keberadaan pasukan VOC/ Kompeni - kolonial penjajah. Karena saling berperang dengan sesama suku bangsa Jawanya, sesama suku Mojopahit, malahan membuat pasukan Mataramnya banyak terbantai. Membuat Hanyokrokusumo mengalihkan penyerangan pasukan Mataram ke benteng pasukan VOC/Kompeni kolonial. Mataram jadi urung merebut kekuasaan kasultanan Surosowan Banten. Ternyata pengalihan tujuan Mataram yang mulai di pandang benar oleh kasultanan Surosowan, mulai mencairkan suasana pralaya paregreg baru di antaranya. Sultan Tirtayasa jadi mendatangi senopati ekspedisi pasukan Mataram di Batavia, Pangeran Trunojoyo. Dan menawarkan bergabung, selama kasultanan Mataram dan Surosowan Banten saling menghargai hak-hak istimewa wilayah kekuasaan kedaerahan kasultanannya masing-masing. Sultan Tirtayasa juga mengajukan syarat supaya Mataram melepaskan cengkeramannya di Cirebon, atau Banten tidak jadi membantu Banten dan tidak jadi melakukan perdamaian dengan Mataram. Sultan Banten juga menyalahkan Cirebon yang tidak melawan di serobot cengkeraman Mataram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar