Minggu, 18 September 2011

PERJANJIAN GIYANTI DENGAN PEMBAGIAN KERAJAAN ANTAR WANGSA MATARAM DI ABAD 17 M., MEMBUAT KEDAULATAN MATARAM SEBAGAI SULTAN AGUNG/KEKAISARAN TIDAK LAGI UTUH DI BANDING KASULTANAN SUROSOWAN SEBAGAI KAISAR/ SULTAN AGENG.

Sepeninggal mangkatnya Hanyokrokusumo terjadi kontroversial di Mataram mengenai penggantinya sebagai Sultan Agung Mataram. Amangkurat, puteranya dari pernikahan puterinya dengan Syekh Amongrogo putera sulung Sultan Giri Prapen yang di berinya pengampunan setelah Mataram menduduki dan menghapuskan kasultanan Giriprapen, maju mengangkat penobatannya sebagai Sultan Agung Mataram, bergelar Sultan Amangkurat I.
Para hadiningrat keraton kasepuhan Kota Gede yang melakukan penolakan terhadap pengangkatan Amangkurat, atas perintah Amangkurat di serang. Keraton Kota Gede di duduki dan di embargo oleh Amangkurat. Tadinya kedudukan ibukota Mataram kedua/ kota istimewa Mataram di Kota Gede di pindahkan Amangkurat.
Di jaman pemerintahan Amangkurat di Mataram, yang memperlihatkan kesewenang-wenangan tirani dan bernuansa korupsi membuat kemunculan perlawanan di beberapa penjuru wilayah yang tadinya wilayah Mataram. Kota Gede di tutup jalurnya oleh Amangkurat untuk di kucilkan. Para hadiningrat Kota Gede/kasepuhan Mataram di jadikan tahanan keraton seperti tapol di jaman Amangkurat. Dari Jawa Timur, Pangeran Trunojoyo juga melakukan pemberontakan terhadap Amangkurat.
Pemberontakan Trunojoyo yang di dukung bangsawan-bangsawan Mataram lainnya termasuk pemberontakan terbesar terhadap Amangkurat. Ratu Pembayun yang juga puteri keturunan hadiningrat Mataram memimpin pasukan pemberontak Mataram melakukan pembantaian terhadap pengusaha-pengusaha Tionghoa yang melakukan kongkalikong dengan Amangkurat.
Namun dalam aksi pemberontakannya, Pangeran Trunojoyo kemudian terbunuh,
Dalam pemberontakan Mataram, sempat masuk menduduki keraton. Hingga membuat Amangkurat melarikan diri bersama puteranya. Puteranya menentang kesewenang-wenangan bapaknya, Hingga membuat Amangkurat tega membunuh puteranya sendiri.
Amangkurat meminta bantuan pada penjajah Belanda. Belanda menyanggupi, asalkan dengan syarat sebagian wilayah Mataram di berikan pada Belanda.
Melalui Belanda, di lakukan perundingan antar para hadiningrat Mataram, maka melalui perjanjian Giyanti di pertengahan abad 17 masehi, Mataram yang semakin berkurang wilayahnya di ambil penjajah Belanda dan terpecah di bagi menjadi 3, kasultanan Mataram Ngayogyakarta Sri Sultan Hamengkubhuwono, kasultanan Pakubuwono hadiningrat Pangeran Pekik keturunan menantu Hanyokrokusumo dari puteri Pangeran Surabaya, dan kasultanan Surakartanya Amangkurat.
Yang di kasultanan kannoman Mataram Ngayogyakarta, Hamengkubhuwono jelas dari kelompok keluarga hadininingrat keturunan Hanyokrokusumo dan puteri Cirebon,
Yang di kasultanan Pakubhuwono dari latar keturunan Pangeran Pekik, menantunya Hanyokrokusumo. Pangeran Pekik adalah turunan Dipati Surabaya yang membantu Hanyokrokusumo waktu ekspedisi Mataram di Jawa Timur.
Yang di kasunanan Surakarta dari latar keturunan Amangkurat, putera Syekh Amongrogo pewaris kasultanan Giriprapen yang di runtuhkan oleh Panembahan senopati Hanyokrokusumo.
Keraton Kota Gede, tempatnya Dul Gendhu / hadiningrat kasepuhan Mataram dan asal-mula berdirinya kerajaan Islam Mataram tinggal di jadikan keraton tanpa kedudukan sebagai Sultan. Walau sebagian hadiningratnya kemudian ada yang pindah ke Banten dan menikah dengan puteri Sultan Surosowan Banten, hingga menjadi termasuk dalam pewaris takhta Sultan saidin Surosowan Gunung Sepuh kasultanan di Jawa, sebagai pengganti kedudukan kasultanannya yang di zolimi di kosongkan peluang perwakilannya, padahal kasepuhannya Mataram.
Hingga takhtanya sebagai Sultan di dapat melalui Belanda. Amangkurat memilih keratonnya di kota Surakarta kini. Di antaranya wangsa hadiningrat Surakarta ialah Ibu Siti Hartinah atau Ibu Tien Soeharto, mantan first lady kedua Indonesia isterinya Soeharto pembuat makam astana Giri Bangun. Atau yang keturunannya kini di kenal sebagai Tutut, Bambang Tri Hatmodjo, Mamiek, Tommy Soeharto, Ari Sigit Haryoyudanto. Dan pelukis kenamaan, Srihadi Soedarsono.
Di Banten, kedaulatan wilayah kasultanan ageng Surosowan Banten belum terpecah di bagi-bagi menjadi beberapa kerajaan keturunan Sultan Mataram.
Walau keturunan kasultanan Surosowan Banten dan sepupunya Pangeran Wijayakrama ( Pangeran Jayakarta ) jadi melakukan gerakan-gerakan pemberontakan bawah tanah untuk merebut kembali kota Jayakarta yang telah di ubah menjadi kota Batavia oleh penjajah Belanda. Di catatan sejarah di sebut terjadi beberapa kali terjadi serangan bawah tanah pada Batavia yang di lakukan kelompok gabungan orang-orang Surosowan dan Pangeran Jayakarta. Pangeran Jayakarta yang jadi berstatus buronan J.P. Coen juga beberapa kali nyaris kena usaha pembunuhan kiriman J.P. Coen.
Pangeran Jayakarta sejak meloloskan dirinya dari kota Jayakarta, ketika di gempur oleh pasukan koalisi Surosowan Banten dan Belanda akibat Pangeran Jayakarta bersekutu dengan Inggeris untuk melepaskan kota Jayakarta dari kekuasaan keluarga Sultan Surosowan Banten Darussalam. Sultan saidin Surosowan Banten kemudian memilih Belanda sebagai tandingannya melawan P. Jayakarta dan Inggeris.
Benteng Inggeris di Jayakarta di serang oleh pasukan Surosowan di banding Belanda. Pasukan Inggeris yang selamat kabur tunggang langgang melarikan diri.
Sejak kemenangan pasukan gabungan Surosowan dan Belanda, sebenarnya J.P. Coen telah di usir dan terpidana oleh orang-orang Belanda. Tapi di tengah perjalanan pulangnya untuk di hukum di negeri Belanda, J.P. Coen melihat celah kesempatan ketika bertemu dengan armada kapal dari Afrika Selatan kenalannya. J.P. Coen yang berhasil meloloskan diri mengarahkan armada kapal tersebut ke Jawa.
J.P. Coen merebut kekuasaan komando Belanda di Jawa dengan armada bawaannya. Walau terjadi pertentangan dengan perwira tinggi Belanda lainnya, J.P. Coen ngotot meneruskan rencananya membangun kota New Hoorn di Jayakarta ( seperti nama kampungnya di Belanda, Hoorn ) dan menghancurleburkannya dengan kapal-kapal bawaannya yang juga penuh muatan amunisi dan peledak. Tapi karena perselisihan dengan Komandan Belanda lainnya, dengan pertimbangan menghormati kasultanan Banten, Jayakarta di usulkan penggantian namanya menjadi Batavia, yang juga seperti nama gerbang kemenangan di ibukota Belanda yang di bangun dari bata,di Amsterdam, mengenang kemenangannya Belanda, di samakan sewaktu berkoalisi dengan Surosowan untuk melawan pemberontakan pada kasultanannya.
Di abad 16 masehi, penguasa lautan adalah Belanda, kapal-kapal Inggeris yang kaya kerap jadi sasaran perampokan dan di hancurkan oleh kapal-kapal Belanda. Keadaan terus-menerus di pecundangi Belanda seperti demikian membuat Inggeris lebih giat membangun perkapalan dan artilerinya. Belanda pernah menguasai wilayah di Amerika, wilayah tersebut menjadi kota bandar pelabuhan yang di namai New Amsterdam. New Amsterdam kemudian berkembang menjadi New York, salah satu kota pusat bisnis di AS kini. Makanya sudut-sudut kota lamanya adalah bercorak arsitektur Belanda.
Kedudukan Belanda sebagai penguasa lautan kemudian merosot di kalahkan Inggeris memasuki abad 17 masehi. Kota New Amsterdam di ganti menjadi kota New York seperti nama Inggeris yang ganti menduduki Amerika setelah Spanyol yang kemudian di kalahkan Belanda.
Ketika awal menjadi kota New York, New York menjadi kotanya sarang bandit, perampok, pencuri, pelacuran, perjudian dan kriminal yang di sebut berlatar dari imigran Irlandia ( Gangs of New York ).
Sebelum J.P. Coen, kerjasama Banten dengan Belanda di masa Sultan Abdul Mufakhir lebih baik, hingga Banten di ajak Belanda untuk menjarah-rayah dan membakar kapal Inggeris ketika berlabuh di Banten ( kapal Sir James). Tapi sejak tampuk kekuasaan militer di rebut J.P. Coen yang menodong dengan armadanya, hubungan Banten dan Belanda menjadi bersitegang.
Tapi tetap saja J.P. Coen tidak bisa di cegah ambisinya menghancurleburkan kota Jayakarta untuk menggantinya dengan pembangunan tata kota kehendak J.P. Coen!
Sultan Surosowan Banten tidak berdaya ketika seketika tanpa pemberitahuan padanya kota Jayakarta di hancurleburkan J.P. Coen di luar perjanjiannya dengan komandan Belanda temannya yang juga kalah kekuatan dengan J.P. Coen yang tiba-tiba kembali mencuri komando militer Belanda. Pangeran Wijayakrama II hanya dapat memandang dari atas bukit kota Jayakarta yang telah di amanatkan di pelihara ayahandanya hingga dirinya, telah terlihat mengepulkan asap hingga rata dengan tanah.
Sejak kota Jayakarta jadi di hancurleburkan dan di ganti jadi Batavia,membuat Pangeran Jayakarta di terima kembali oleh saidin Surosowan.
Tercatat serangan-serangan tersebut pernah nyaris berhasil membunuh Gubernur Batavia, J.P. Coen. Hingga Gubernur-gubernur penjajah Batavia seterusnya.
Kembali bergabungnya keluarga Surosowan dan Wijayakrama II membuat J.P. Coen dari Batavia mengirimkan pasukan militernya dan membangun benteng Belanda di Banten, Benteng Speelman yang letaknya berdekatan dengan komplek istana kasultanan Surosowan Banten. Tujuan penempatan pasukan militer dan benteng kolonial Belanda adalah untuk melakukan pengawasan atas tindak-tanduk pergerakan kasultanan Surosowan.
Seusai di turunkannya Sultan Haji yang merebut takhta kekuasaan secara paksa dari Sultan Ageng Tirtayasa, orang-orang Banten menyerang benteng Speelman. Banyak pasukan Belanda yang tewas terbunuh, hingga kini benteng Speelman juga di sebut sebagai kuburan Belanda.
Pangeran Wijayakrama II terus bergerilya berpindah-pindah tempat seperti di wilayah Matraman, di mana terdapat masjid peninggalannya yang termasuk daftar masjid tertua di kota Jakarta kini.
Di abad 18 m., juga terdapat peninggalan masjid tertua Jakarta di Jl. Kemang Utara, Jakarta Selatan, yang di dirikan oleh Wali dari Banten. Bersamaannya terdapat perpindahan keturunan Pangeran Wijayakrama di sekitar Jalan Bangka, dekat Jl. Kemang. Jalan Bangka di sebut demikian sesuai kamus Betawinya "Tua Bangke" dan ada juga yang menceritakan berlatar dari sebutan jalan Bangke atau jalan bangkai, tempat sarang perampok membunuh korban dan membuang bangkainya, di jalan Bangke yang dulunya angker/ sangar dan kawasan hutan belukar.
Ketika Mataram merosot dan terbagi 3 kerajaan melalui perjanjian Giyanti, di Banten justru seperti baru berhasil meraih kemenangan reformasi dan merebut kemerdekaannya setelah menghancurkan benteng Speelman dan di turunkannya Sultan Haji pengkhianat.
Seperti kembali lahir mengibarkan peluang kasultanan Surosowan Banten mengembangkan sayap kasultanannya. Hingga di abad 17 m.,sekitar masa usai perjanjian Giyanti, penerus takhta kasultanan Surosowan Banten adalah Sultan Arifin ( Mokhammad Syapah ), yang juga di sebut Kaisar Banten. Di gelari Kaisar Surosowan / Banten, karena di masanya oposisinya Mataram telah di bagi 3 kerajaannya, sudah tidak lagi di anggap setara wilayah kekuasaannya di banding Kekaisaran Surosowan Banten penerus kejayaan, kekaisaran ( keprabhon ) dan regenerasi Mojopahit dan Pajajaran sekaligus.
Di abad 17 m., di wilayah koloni Inggeris di Amerika terjadi pemberontakan kaum proletar yang terdiri dari petani, ras Afro-Amerika hingga mantan perwira Inggeris yang telah lama menjadi warga, ikut dalam kelompok gerilyawan pemberontakan melawan penjajahan Inggeris di Amerika yang di rasa kian semena-mena. Perselisihan bermula di kota Boston.
Perlawanan kelompok gerilyawan Amerika awal mulanya terdesak oleh kepiawaian pasukan Inggeris. Pasukan gerilyawan juga di bantu oleh pasukan dari Perancis.
Tapi setelah peperangan beberapa tahun, pasukan gerilyawan yang di pimpin oleh George Washington berbalik mengalahkan pasukan Inggeris kolonial. ( The Patriot : Mel Gibson ).
Amerika Serikat untuk mengesahkan kemerdekaannya memerlukan saksi dan pengesahan dari Penguasa Negara. Para penguasa negara yang di pilih sebagai pengesah waktu itu di pilih dari Penguasa Negara yang pernah bertentangan dengan Kolonial Inggeris. Di antaranya adalah Kaisar Perancis Louis XVI dan Kaisar Surosowan Banten.
Kaisar Louis XVI mengirimkan patung Liberty ke Amerika Serikat, sebagai tanda penghargaan terhadap hak kemerdekaan berbangsa bernegara. Patung Liberty yang berukuran raksasa di kirim dari Perancis ke Amerika Serikat hingga 2 kali. Pengiriman pertama kapal Perancis tenggelam di lautan segitiga bermuda. Hingga dari pengiriman patung Liberty kedua baru sampai di Amerika Serikat. Kemudian di tempatkan di tanjung pelabuhan kota New York.
Pada abad 20 m., mendadak muncul lagi temuan patung Liberty mencuat ke permukaan laut segitiga bermuda. ( Majalah Hai : 1980 ).
Melalui perjanjian Kaisar Louis XVI dan Benjamin Franklin, Perancis dan Amerika Serikat melakukan perjanjian kerjasama untuk menggempur Inggeris di abad 17 m.
Gempuran melalu ekspedisi armada laut tersebut kandas di hadang armada Inggeris yang kuat membentengi negaranya di perbatasan lautnya.
Di Perancis terjadi pergolakan gerakan rakyat. Kaisar Louis XVI di anggap tidak mampu membendung pengaruh dari permaisurinya Marie Antoinette yang hidup berlebihan foya-foya menguras harta negara dan rakyat Perancis. Dan penjara Bastille yang di anggap rakyat sebagai simbol kesewenang-wenangan hukum. Apalagi setelah di temukan kematian jurnalis Perancis, Marrat yang banyak melakukan tulisan-tulisan kritik tajam pada gaya hidup pemerasan harta negara Kaisar Louis XVI dan terlebih permaisurinya Marie Antoinette, semakin membangkitkan kemarahan rakyat. Peristiwa perlawanan rakyat ini kemudian di kenal sebagai Revolusi Perancis.
Pasukan Kaisar Louis XVI tidak mampu menahan laju perlawanan rakyat Perancis. Antara serdadu dan rakyat banyak berjatuhan korban nyawa melayang. Jalanan di ibukota Perancis menjadi jalanan berdarah dipenuhi mayat.
Rakyat juga menyerang penjara Bastille. Kaisar Louis XVI dan Marie Antoinette di hukum penggal kepala.
Dalam revolusi Perancis muncul tokoh-tokoh yang mempengaruhi pembentukan dasar-dasar hukum reformasi negara Perancis. Dari golongan sosialis muncul J.J. Rousseau dan dari perwakilan golongan aristokrat ( bangsawan ) Perancis muncul Baron Charles Louis Montesquie, Kelak pandangan dari Montesquie, Trias Politika juga di anut di Indonesia yang juga terdapat pembagian kekuasaan antara pemimpin kepala negara ( pemerintah ) dan kerajaan.
Kenyataannya di masa kekinian, tidak selalu pemimpin di pilih dari rakyat untuk rakyat seperti pandangan J.J. Rousseau, atau pemerintah benar-benar menolong rakyat, seperti pada peristiwa bencana alam di Padang, Medan dan Aceh, terlihat justru Sultan Palembang yang lebih banyak mengirimkan bantuan logistik ke Aceh, Medan dan Padang, tapi pemerintah Indonesia malah melakukan korupsi atau terdapat anggota petinggi DPR malah melakukan korupsi dana bantuan bencana alam di Indonesia.
Di Banten, Kaisar Arifin justru sedang di ganggu masalah poligami dengan isteri keduanya Ratu Fatimah yang menginginkan takhta Kaisar Sultan Surosowan di alihkan pada kemenakannya. Dari isteri pertama ( permaisuri ), Kaisar Sultan Arifin berputera Pangeran Tubagus Gusti. Sedangkan dari bini kedua, Ratu Fatimah tidak berketurunan.
Mangkubumi Banten yang membujug-buneng Ratu Fatimah yang masih saudaranya untuk melakukan pemberontakan pada Sultan Arifin. Juga membujuk Ratu Fatimah untuk menculik dan memenjarakan Pangeran Tubagus Gusti di penjara bawah tanah yang di bangun.
Jika Kaisar Louis XVI termasuk di persalahkan rakyat akibat memanjakan isterinya, justru Kaisar Arifin di hadapkan situasi untuk mendisiplinkan isterinya.
Kaisar Arifin menjatuhkan sanksi hukum pembuangan pada isteri pengkhianatnya Ratu Fatimah dan mangkubumi pengkhianat. Sejak itu Ratu Fatimah di juluki Ratu Bagus Buang. Atau Ratu Bagus yang terbuang.
Pasukan Surosowan di perintahkan untuk menyelamatkan Pangeran Tubagus Gusti dari pembuangannya.
Ratu Bagus Buang dan mangkubumi pengkhianat melarikan diri sambil melakukan pengrusakan hingga di Bogor dan Priangan ( Bandung ).
Pangeran Gusti berhasil di temukan dan di selamatkan pasukan Surosowan.
Setelah komplotan Ratu Fatimah dan mangkubumi tertangkap oleh pasukan Surosowan, keduanya di jatuhi hukuman mati dengan sanksi pidana makar.
Seperti mengutip pepatah betawi : "Ada uang abang di sayang, gak ada uang abang di tendang." Mungkin demikian persamaan ciri perempuan model Ratu Fatimah, atau yang di sebut cewek matere` kini.
Pasukan Surosowan terus di kerahkan Sultan Arifin untuk meluaskan kembali wilayah kasultanan Surosowan Banten sebagai penguat kekuasaannya sebagai kekaisaran di Jawa.
Pasukan Surosowan di pimpin Sultan Arifin terus merebut wilayah Priangan ( Bandung ) yang tadinya di kuasai Mataram yang telah menciut sejak perjanjian Giyanti, hingga menduduki kerajaan Sumedang.
Para Raden Sumedang di tawan oleh pasukan Surosowan. Dan di istana Sumedang di suruh untuk mengakui bahwa sejak itu kerajaan Sumedanglarang adalah menjadi kerajaan bawahan kasultanan ageng ( kekaisaran ) Surosowan Banten Darussalam. ( sumber : Intisari ).
Demikianlah Kaisar Arifin mengulangi prestasi Prabhu Siliwangi membesarkan Keprabhon ( Kekaisaran ) Pajajaran hingga meluaskan wilayah kekuasaannya hingga segenap Sunda, Jepara, hingga Mertasinga ( Singapura ) bersamaan menciutnya Mojopahit atau Mataram di masanya, tapi melahirkan kemerdekaan Daulah kekaisaran Surosowan Banten. Konsekuensi kamusnya : Kekaisaran adalah Kasultanan ageng Indonesia penguasa utama kerajaan-kerajaan lainnya sebagai bawahannya.
Kaisar Arifin yang merasa mulai tua, hendak pensiun sebagai Kaisar kemudian menunjuk puteranya Pangeran Gusti sebagai penggantinya.
Pangeran Gusti kemudian membangun keraton Kaibon ( keraton Ibunda ) untuk menghargai ibu kandungnya. Keraton Kaibon terletak di samping istana Sultan Surosowan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar